Improving Basic Emergency Obstetric Care (BEmOC)

Susilaningsih

Kematian ibu dan bayi merupakan indikator pelayanan kesehatan sebuah negara. Diperkirakan sebanyak 529.000 perempuan meninggal karena proses kehamilan dan komplikasi saat melahirkan tiap tahunnya, sedangkan di Indonesia hampir setiap menit terjadi kematian satu perempuan. Target MDG's 5 untuk menurunkan kematian ibu melahirkan pada tahun 2015 untuk Indonesia adalah 112 kematian/100.000. Pelayanan kesehatan di tingkat primer, diperkirakan bisa menurunkan angka kematian ibu sekitar 20% dan sistem rujukan yang efektif  bisa menurunkan sekitar 80% (UNICEF,1991). Keterlambatan rujukan dan keterlambatan penanganan kegawatdaruratan di fasilitas kesehatan pertama, menyebabkan kematian banyak terjadi di fasilitas kesehatan rujukan.
 Salah satu strategi untuk meningkatkan akses penanganan kegawatdaruratan maternal adalah dikembangkan Basic Emergency Obstetric Care (PONED) dan Comprehensive Emergency  Obstetric Care (CEmOC/PONEK) .
WHO menetapkan strandart ketersediaan pelayanan BEmOC 1:125 .000 populasi dan CEmOC minimal di setiap RS Kabupaten. Standart pelayanan dan sarana-prasarana BEmOC :
1.     Oxitocin injeksi dan Antibiotik injeksi
2.     Sedative dan antikonvulsan injeksi
3.     Antihipertensi injeksi
4.     Plasma ekspander
5.     Vacum ekstraksi
6.     Manual Placenta.
Sedangkan standart peralatan BEmOC maupun EmOC  harus memenuhi strandart yang telah ditetapkan.(Quality of essential Obstetric Care Monitoring tools-1997).
Salah satu model pengembangan EmOC dilaksanakan di Nepal pada tahun 1997. Pengembangan Emergency Obsteric Care ini dengan melihat Struktur, Proses dan Outcome. Dari segi Input, Human Resources, Infrastructure (Facility Level Input)  dan Community Level Input perlu diintervensi dengan pendekatan Quality Of Care sehingga terjadi peningkatan kepuasan pelanggan, manajemen lembaga yang lebih baik, kompetensi dan motivasi karyawan meningkat dan berakibat pada peningkatan pemanfaatan EmOC.
Hambatan terbentuknya Puskesmas dengan pelayanan Emergency Obstetri adalah kekurangan SDM yang terlatih, terutama dokter. Bidan yang terlatih kurang percaya diri dalam penanganan kegawat-daruratan, sehingga banyak kasus yang dirujuk, meskipun kasus tersebut merupakan kompetensi pelayanan primer. Monitoring perlu dilaksanakan dengan panduan (Tools) yang ada, sehingga data yang ada bisa sebagai dasar penyempurnaan sistem.
Referensi :
Clapham, S. et al., 2004. The evolution of a quality of care approach for improving emergency obstetric care in rural hospitals in Nepal. International Journal of Gynecology and Obstetrics, 86(1), pp.86–97.
Belton, S., Myers, B. & Ngana, F.R., 2014. Maternal deaths in eastern Indonesia: 20 years and still walking: an ethnographic study. BMC pregnancy and childbirth, 14, p.39. Available at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3901769&tool=pmcentrez&rendertype=abstract.
Gao, Y. & Barclay, L., 2010. Availability and quality of emergency obstetric care in Shanxi Province, China. International Journal of Gynecology and Obstetrics, 110(2), pp.181–185. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.ijgo.2010.05.001.
Islam, M.T. et al., 2006. Implementation of Emergency Obstetric Care Training in Bangladesh: Lessons Learned. , 14(27), pp.61–72.
Adisasmita, A. et al., 2008. Obstetric near miss and deaths in public and private hospitals in Indonesia. BMC pregnancy and childbirth, 8, p.10.

Susilaningsih.

2 comments:

Unknown said...

Menurut pengalaman bu susi, kedaruratan medis dalam penanganan persalinan apakah yang bisa dilakukan oleh orang di sekitar bumil yang melahirkan, untuk mengurangi tingkat kematian di tingkat rujukan ya bu.. makasih for sharing. .

Susilaningsih said...

Tk mb devi atas tanggapannya.Orang sekitar bumil..yang bukan tenaga medis?peran orang disekitar bumil,terutama keluarga sangat membantu bumil melahirkan dg selamat.karena pada prinsipnya bumil mmg dalam keadaan lemah .pernah ada penelitian.waktu konseling bumil ditemani suami/pendamping dan dibandingkan dg bumil yg tanpa pendampingan.Terbukti bahwa ibu yg didampingi akan lebih save.karena apabila sewaktu2 bumil mengalami kegawatdaruratan medis akan cepat tertolong ,misalnya perdarahan,bengkak dikaki atau kasus lain misalnya sesak nafas,pusing,berkunang-kunang.Juga ketersediaan donor darah yg siap dan bisa dihubungi sewaktu2...intinya kepedulian/care dari lingkungan/keluarga memang sesuatu yg perlu dihidupkan..