Commission Accreditation Assessment dan Customer Assessment Bagi Puskesmas di Era JKN

Commission Accreditation Assessment  dan Customer Assessment Bagi Puskesmas di Era JKN
Iin Khusani Mariah
 
Pembangunan Kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan penyelenggaran pembangunan Kesehatan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia.
 
Salah satu sasaran pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2015-2019 adalah meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar. Puskesmas merupakan salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat merupakan landasan hukum penyelenggaraan Puskesmas. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya di wilayah kerjanya.

Jaminan Kesehatan Nasional telah resmi dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014. Fasililitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) termasuk puskesmas harus bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama meliputi puskesmas, praktek dokter, dokter gigi, klinik pratama atau yang setara, dan rumah sakit kelas D atau yang setara. Berbeda dengan FKTP swasta puskemas memiliki fungsi ganda yaitu menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Peran ganda tersebut yang menempatkan puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan, oleh karena itu keberlangsungan hidup puskesmas sangat penting untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan di tengah persaingan pelayanan kesehatan dasar yang semakin tajam.

Dana kapitasi yang menguntungkan FKTP juga menarik minat dokter praktek swasta dan klinik pratama untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Hal ini menimbulkan persaingan antar FKTP dalam menarik pelanggan.
 
Saat ini banyak puskesmas yang menerapkan sistem Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dalam pengelolaan keuangan. Sumber pendapatan puskesmas terdiri dari kapitasi dari BPJS kesehatan dan retribusi. Pendapatan tersebut secara langsung digunakan sebagai operasional puskesmas. Apabila dana kapitasi dan retribusi rendah puskesmas tidak mampu membiayai biaya operasional berarti keberlangsungan hidup Puskesmas dalam ancaman.
 
Puskesmas sekarang ini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat karena belum memberikan kontribusi maksimal dalam pelayanan kesehatan serta tingkat pelayanan puskesmas masih rendah (Anggraeny, 2013). Analisa data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 terhadap pelayanan puskesmas menunjukkan bahwa penilaian pasien puskesmas rawat jalan dalam hal waktu menunggu, keramahan petugas, kejelasan informasi, keikutsertaan mengambil keputusan pengobatan, kepercayaan terhadap petugas, kebebasan memilih tempat berobat, dan kebersihan ruangan pengobatan dan toilet termasuk kategori cukup memuaskan (Supardi dkk, 2004). Hasil penelitian (Mudhiarta, 2003) tentang Kualitas pelayanan Kesehatan Puskesmas di Jawa Tengah menunjukkan bahwa kualitas pelayanan kesehatan puskesmas masih rendah, yang ditunjukkan dengan kurang baiknya hubungan dokter/petugas dengan pasien, belum terciptanya rasa nyaman dan aman dalam pemberian pelayanan, pengetahuan dan kompetensi petugas pelayanan kesehatan belum memadai, dan belum terpenuhinya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan. Kondisi kualitas pelayanan puskesmas berdasarkan penelitian di atas masih dipandang kurang baik sehingga dapat membahayakan keberlangsungan hidup puskesmas.
 
Kementrian kesehatan berusaha meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Puskesmas melalui pengembangan dan akreditasi puskesmas. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Pasal 39 ayat (1) mewajibkan puskesmas untuk diakreditasi secara berkala paling sedikit 3 tahun sekali. Akreditasi juga merupakan salah satu persyaratan kredensial sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 tahun 2013 Tentang pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional Pasal 6 ayat (2).
 
Akreditasi puskesmas adalah suatu pengakuan oleh lembaga eksternal yaitu komisioner akreditasi puskesmas terhadap kesesuaian  pada standart akreditasi yang telah ditetapkan. Akreditasi puskesmas merupakan salah satu mekanisme regulasi yang bertujuan untuk mendorong upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan puskesmas yang dilakukan oleh lembaga independen yang diberi Kewenangan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
 
Kebijakan akreditasi pukesmas oleh Kementrian Kesehatan bertujuan untuk (1) memberikan keunggulan kompetitif (2) memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap fasyankes (3) menjamin diselenggarakannya pelayanan kesehatan primer kepada pasien dan masyarakat (4) Meningkatkan pendidikan kepada staf fasilitas pelayanan kesehatan primer untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat (5) Meningkatkan pengelolaan resiko baik di puskesmas (6) membangun danmeningkatkan kerja tim antar staf puskesmas (7) meningkatkan reabilitas dalam pelayanan, ketertiban dalam pendokumentasian dan konsistensi dalam bekerja dan (8) meningkatkan keamanan dan berkerja (dr. HR Dedi Kuswenda, 2014). Kementrian Kesehatan Mentargetkan untuk bisa mengakreditasi 5.600 puskesmas hingga akhir tahun 2019.
 
External Asssesment seperti Akreditasi merupakan kebijakan tepat dari pemerintah untuk memastikan bahwa pelayanan kesehatan berkualitas sesuai standart untuk menjamin patient and provider safety (Durand, 2010) (Shaw et al., 2013) (Braithwaite et al., 2012). Puskesmas harus berbenah dan mengikuti penilaian akreditasi puskesmas untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan sesuai standart bukan hanya memenuhi persyaratan kredensial BPJS Kesehatan. Akreditai mampu berpengaruh positif terhadap clinical leadership, sistem keamanan pasien dan clinical review, namun tidak berpengaruh positif terhadap clinical practice (Shaw et al., 2014). Penelitian di Jerman pada 73 rumah sakit dengan sampel 36.777 pasien menunjukkan bahwa akreditasi tidak berhubungan dengan kualitas pelayanan yang lebih baik dari sisi pasien. Akreditasi rumah sakit mungkin merupakan langkah menuju Total Quality Management, tetapi mungkin tidak menjadi faktor kunci untuk kualitas pelayanan menurut pasien (Sack, C Scherag, A Lutkes, P Gunther W, Jockel K-H and Holtmann, 2011).

Dewasa ini tantangan terhadap kualitas pelayanan kesehatan semakin besar, kepuasan terhadap layanan kesehatan sangat penting agar konsumen tetap mau membeli layanan kesehatan untuk memenuhi biaya operasional disisi lain pelayanan yang profesional sangat penting untuk keselamatan provider dan pasien. Harapan pasien tentang sistem pelayanan kesehatan mungkin berbeda dengan provider kesehatan, yang mungkin menyebabkan evaluasi kualitas yang berbeda ((McGlynn, 1997). Puskesmas harus memahami penduduk di wilayah kerjanya sebagai customer utama dan melakukan analisa pasar dengan memahami karakteristik pasien berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, kemudahan akses transportasi ke puskesmas. Kepuasan pasien dipengaruhi karakteristik pasien (Aldana, Piechulek, & Al-sabir, 2001) (Anbori, Ghani, Yadav, & Daher, 2010) (Lorin, 2013)  (Margolis, Al-marzouqi, Revel, & Reed, 2003)(Rahmqvist, 2001) (Rahmqvist & Bara, 2010) (Shea et al., 2007) (Sung, Suh, Lee, Ahn, & Choi, 2010) (Yan, Wan, & Li, 2011) (Tokunaga, Imanaka, & Nobutomo, 2000).
 
Kunjungan pasien di puskesmas selain meningkatkan pendapatan puskesmas untuk biaya operasional dan jasa pelayanan untuk peningkatan kesejahteraan tenaga kesehatan juga mempermudah deteksi dini penyebaran penyakit di masyarakat. Puskesmas harus mampu mempertahankan dan meningkatkan pelanggan dengan memberikan pelayanan yang memuaskan. Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator  kualitas pelayanan kesehatan (Schoenfelder, 2012). Kepuasan pelanggan akan menciptakan Pelanggan yang loyal dan merupakan mitra bagi penyelenggara pelayanan kesehatan (Koentjoro, 2007). Peningkatan kualitas pelayanan melalui akreditasi (Exsternal Asssessment) dan terus mengembangkan TQM untuk meningkatkan kepuasan pasien (Customer Assesment) merupakan kebutuhan pokok puskesmas dalam mengadapi persaingan antar FKTP pada era JKN.
 
Referensi
Aldana, J. M., Piechulek, H., & Al-sabir, A. (2001). Client satisfaction and quality of health care in rural Bangladesh. Bulletin of the World Health Organization, 79(July 1998), 512–517.
Anbori, A. L. I., Ghani, S. N., Yadav, H., & Daher, A. M. (2010). Patient satisfaction and loyalty to the private hospitals in Sana ' a , Yemen. International Journal for Quality in Health Care, 22, 310–315. Retrieved from http://intqh.oxfordjournals.org
Anggraeny, C. (2013). Inovasi Pelayanan Kesehatan Dalam meningkatkan Kualitas Pelayanan Di Puskesmas jagir Kota Surabaya. Kebijakan Dan Manajemen Publik, 1:9.
Braithwaite, J., Shaw, C. D., Moldovan, M. A. X., Greenfield, D., Hinchcliff, R., Mumford, V., … Whittaker, S. (2012). Comparison of health service accreditation programs in low- and middle-income countries with those in higher income countries : a cross-sectional study. International Journal for Quality in Health Care, 24(6), 568–577. Retrieved from http://intqhc.oxfordjournal.org
dr. HR Dedi Kuswenda, M. K. (2014). Akreditasi Puskesmas. Jakarta: Ditjen Bina Upaya Kesehatan.
Durand, A. M. (2010). Quality improvement and the hierarchy of needs in low resource settings : perspective of a district health officer. International Journal for Quality in Health Care, 22(1), 70–72. Retrieved from http://intqh.oxfordjournals.org
Koentjoro, Tjahjono. 2007. Regulasi Kesehatan Di Indonesia. Yogyakarta : C.V. Andi Offset.
Lorin, V. (2013). The Assessment of Perceived Service Quality of Public Health Care Services in Romania Using the SERVQUAL Scale. Elsevier B.V., 6(13), 573–585. doi:10.1016/S2212-5671(13)00175-5
Margolis, S. A., Al-marzouqi, S., Revel, T., & Reed, R. L. (2003). Patient satisfaction with primary health care services in the United Arab Emirates. International Journal for Quality in Health Care, 15(3), 241–249.
McGlynn, E. A. (1997). Six Challenges In Measuring The Quality Of Health Care. Health Affairs, 3(3), 7–21. doi:10.1377/hlthaff.16.3.7
Mudhiarta, U. warsito U. dan R. (2003). Kualitas Pelayanan Kesehatan Puskesmas (Studi Kasus Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Blado Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah). Sosiohumanica, 16 A(2), 423–433.
Rahmqvist, M. (2001). Patient satisfaction in relation to age , health status and other background factors : a model for comparisons of care units. International Society for Quality in Health Care and Oxford University Press, 13(5), 385–390.
Rahmqvist, M., & Bara, A. (2010). Patient characteristics and quality dimensions related to patient satisfaction. International Journal for Quality in Health Care, 22(2), 86–92. Retrieved from http://intqhc.oxfordjournals.org
Sack, C Scherag, A Lutkes, P Gunther W, Jockel K-H and Holtmann, G. (2011). Is there an association between hospital accreditation and patient satisfaction with hospital care ? A survey of 37 000 patients treated by 73 hospitals. International Journal for Quality in Health Care, 23(3), 278–283.
Schoenfelder, T. (2012). Primary Health Care : Open Access Patient Satisfaction : A Valid Indicator for the Quality of Primary Care ? Primary Health Care, 2(4), 4–5. doi:10.4172/2167-1079.1000e106
Shaw, C. D., Braithwaite, J., Moldovan, M. A. X., Nicklin, W., Grgic, I., Fortune, T., & Whittaker, S. (2013). Profiling health-care accreditation organizations : an international survey. International Journal for Quality in Health Care, 25(3), 222–231. Retrieved from http://intqh.oxfordjournals.org
Shaw, C. D., Groene, O., Botje, D., Sunol, R., Kutryba, B., Klazinga, N., … Arah, O. A. (2014). The effect of certification and accreditation on quality management in 4 clinical services in 73 European hospitals. International Journal for Quality in Health Care, 26(March), 100–107. Retrieved from http://intqhc.oxfordjournals.org
Shea, J. A., Guerra, C. E., Ravenell, K. L., Mcdonald, V. J., Henry, C. A. N., & Asch, D. A. (2007). Health literacy weakly but consistently predicts primary care patient dissatisfaction. International Journal for Quality in Health Care, 19(1), 45–49. Retrieved from http://intqhc.oxfordjournals.org
Sung, N. A. K. J. I. N., Suh, S., Lee, D. W., Ahn, H., & Choi, Y. (2010). Patient ' s assessment of primary care of medical institutions in South Korea by structural type. International Journal for Quality in Health Care, 22(6), 493–499.
Supardi, Sudibyo dkk. 2004. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Dan Rawat Inap Puskesmas (Analisa Data SKRT 2004). Jakarta : Puslitbang Sistem Dan Kebijakan Kesehatan
Tokunaga, J., Imanaka, Y., & Nobutomo, K. (2000). Effects of patient demands on satisfaction with Japanese hospital care. International Journal for Quality in Health Care, 12(5), 395–401.
Yan, Z., Wan, D. A. I., & Li, L. I. (2011). Patient satisfaction in two Chinese provinces : rural and urban differences. International Journal for Quality in Health Care, 23(4), 384–389. Retrieved from http://intqhc.oxfordjornal.org
 

No comments: