Heriawan Seluma added you to a circle and invited you to join Google+
![]() |
Google+ makes sharing on the web more like sharing in real life.
|
You received this message because Heriawan Seluma invited mhasanbasri.2020@blogger.com to join Google+. Unsubscribe from these emails. Google Inc., 1600 Amphitheatre Pkwy, Mountain View, CA 94043 USA | ![]() |
REVITALISASI PERAN PROFESI PENYULUH KESEHATAN MASYARAKAT DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS)
REVITALISASI PERAN PROFESI PENYULUH KESEHATAN MASYARAKAT DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT (PUSKESMAS)
Puskesmas merupakan ujung tombak pembangunan nasional di bidang kesehatan karena pelaksanaan pelayanan kesehatan dasar dan pemberdayaan masyarakat berada dalam tugas dan fungsi puskesmas. Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 Puskesmas adalah Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Jadi puskesmas merupakan ujung tombak pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Puskesmas merupakan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan atau program pokok puskesmas dan program inovatif atau pengembangan.
Indonesia bersama-sama dengan negara lain di dunia telah menandatangani kesepakatan tentang pencapaian MDG's (millennium development goals) pada tahun 2015, yang terdiri dari penanggulangan masalah kemiskinan dan kelaparan, pendidikan, pemberdayaan gender (perempuan), mengurangi angka kematian bayi (AKB), mengurangi angka kematian ibu (AKI)/meningkatkan kesehatan ibu, pencegahan penyakit HIV/AIDS dan malaria serta penyakit menular lainnya, pelestarian lingkungan dan kerjasama global.
MDG's tahun 2015 dapat tercapai apabila puskesmas menitik beratkan pada kegiatan yang bersifat promotif dan preventif bukan lagi kegiatan pelayanan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Maka dari itu diperlukan tenaga penyuluh kesehatan masyarakat di tingkat puskesmas yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan layanan puskesmas pada kegiatan promotif dan preventif.
Paradigma lama yang menyatakan bahwa kegiatan kuratif dan rehabilitatif merupakan kegiatan utama puskesmas harus dapat diubah oleh tenaga penyuluh kesehatan masyarakat, dimana pada saat ini dan yang akan datang bahwa kegiatan promotif dan preventif harus menjadi kegiatan utama puskesmas.
Tenaga penyuluh kesehatan masyarakat harus mampu memainkan peran yang signifikan dalam setiap kegiatan puskesmas dengan cara:
1. Memposisikan sebagai bagian yang integral yang tidak dapat dipisahkan dengan program/kegiatan kesehatan di puskesmas.
2. Membantu meningkatkan cakupan program-program kesehatan yang telah direncanakan maupun yang sedang berjalan.
3. Memberdayakan masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan yang berbasis perilaku.
4. Membuat perencanaan kegiatan pelayanan kesehatan.
Tenaga penyuluh kesehatan masyarakat harus mempunyai strategi dalam melaksanakan peran dan fungsinya di puskesmas. Strategi ini sangat penting dikuasai dan diketahui oleh petugas penyuluh kesehatan masyarakat karena akan sangat membantu mencapai target-target kerja yang telah ditetapkan.
Strategi penyuluh kesehatan masyarakat di puskesmas adalah advokasi, bina suasana dan pemberdayaan.
Advokasi adalah upaya yang dilakukan oleh petugas penyuluh kesehatan masyarakat kepada pembuat kebijkan agar mendapatkan kepedulian dan tindakan sehingga akan mendapatkan dukungan. Sedangkan bina suasana adalah suatu proses dan kegiatan mempengaruhi sasaran yang berupa orang, tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga dan lingkungan yang pada akhirnya memperoleh keterlibatan dan kemandirian pada masyarakat. Berbeda dengan pemberdayaan merupakan suatu usaha oleh tenaga penyuluh kesehatan masyarakat yang mengusahakan suatu tindakan dan kebersamaan oleh masyarakat umum yang biasa disebut dengan gerakan masyarakat. Advokasi, bina suasana dan gerakan masyarakat disebut juga dengan strategi "ABG".
Pendekatan yang dilakukan oleh petugas penyuluh kesehatan masyarakat dalam rangka mengatasi masalah kesehatan adalah dengan :
1. Pendekatan edukasi/pendidikan.
2. Pendekatan Daerah Kerja Intensif adalah pendekatan dengan menitik beratkan pada penyuluhan dalam menangani masalah kesehatan.
3. Pendekatan Communication for behavior intervention (combi) digunakan untuk penyakit menular.
4. Social marketing untuk penyakit diare, imunisasi.
5. Komunikasi perubahan perilaku, misalnya pada masalah yang tibul pada pelayanan kesehatan ibu dan anak.
6. Rapid Etnografi Assesment dilakukan dengan mengenali masalah dan melakukan intervensi dengan pendekatan budaya/etnik.
Tugas tenaga penyuluh kesehatan masyarakat tidaklah mudah karena berperan dalam membuat masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat dengan menggunakan sasaran seluruh desa berubah menjadi desa siaga, seluruh keluarga mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat dan seluruh rumah tangga telah sadar gizi.
Kedepannya diharapkan seluruh tenaga penyuluh kesehatan masyarakat agar meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam ber-"ABG" sehingga mampu memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat agar dapat menumbuhkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta mengembangkan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang dengan kata lain tenaga penyuluh kesehatan masyarakat memberi "warna baru" puskesmas dalam memberikan pelayanan dan memecahkan masalah kesehatan yang muncul di wilayah kerjanya.EFISIENSI PERAN SDM KESEHATAN DI PUSKESMAS UNTUK MENGOPTIMALKAN KUNJUNGAN RAWAT JALAN TINGKAT PERTAMA (RJTP) & RAWAT INAP TINGKAT PERTAMA (RITP) PESERTA JAMKESMAS TAHUN 2013
Sumber daya kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam mensukseskan pembangunan kesehatan secara nasional. Sumber daya manusia adalah salah satu komponen dalam sumber daya kesehatan yang memegang peranan penting karena mempunyai tugas dan kewajiban dalam menjalankan seluruh program kesehatan yang telah dibuat dan direncanakan. Jenis dan jumlah program kesehatan yang telah dibuat dan direncanakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di tahun 2013, salah satu diantaranya adalah pelayanan kesehatan yang prima kepada peserta Jaminan Kesehatan (Jamkesmas) sehingga kunjungan peserta dapat meningkat atau dioptimalkan.
Manajer di tingkat Puskesmas maupun Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Propinsi jarang melakukan evaluasi/analisis efisiensi SDM Kesehatan terhadap kunjungan peserta Jamkesmas. Kegiatan evaluasi efisiensi ini bisa dijadikan alat untuk mencari dan solusi agar pelayanan kesehatan yang diberikan lebih baik dan jumlah kunjungan peserta Jamkesmas meningkat.
Berdasarkan kenyataan diatas saya melakukan penelitian sederhana untuk mengetahui sejauh mana tingkat efisiensi SDM Kesehatan yang ada di Puskesmas untuk mengoptimalkan kunjungan peserta Jamkesmas di Puskesmas. Walaupun data yang digunakan tahun 2013 dan Program Jamkesmas sudah tidak ada lagi, namun saya berharap bisa menjadi bahan masukan bagi para manajer kesehatan baik Puskesmas maupun Dinas Kesehatan dan juga teman-teman KMPK 2014 yang banyak bekerja di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kab/Kota/Propinsi bahwa Program Kesehatan membutuhkan perencanaan SDM Kesehatan yang baik..
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efisiensi dari SDM Kesehatan yang ada di Puskesmas di seluruh propinsi di Indonesia dalam mencapai jumlah kunjungan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) peserta Jamkesmas tahun 2013. Penelitian ini juga ingin mengetahui pengaruh pembiayaan kesehatan yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) terhadap efisiensi peran SDM Kesehatan yang ada di Puskesmas.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) untuk menghitung tingkat efisiensi relative SDM Kesehatan yang ada di Puskesmas dan uji statistik regresi tobit untuk mengetahui pengaruh pembiayaan kesehatan sektor kesehatan yang berasal dari APBD terhadap tingkat efisiensi. Metode DEA adalah metode non-parametrik yang didasarkan pada linier programming. Decision Making Unit (DMU) adalah unit atau organisasi pembuat keputusan yang akan diukur efisensi relatifnya. Decision Making Unit/DMU yang digunakan dalam penelitian ini adalah 33 propinsi yang ada di seluruh Indonesia. Metode DEA mengharuskan adanya variable input dan output yang ada di Puskesmas. Variable Input yang digunakan adalah jumlah dokter, jumlah dokter gigi, jumlah perawat, jumlah perawat gigi, jumlah bidan, jumlah tenaga kesehatan masyarakat, jumlah tenaga sanitarian, jumlah tenaga gizi, jumlah tenaga farmasi, jumlah tenaga elektromedis & fisioterapis, jumlah tenaga non medis. Variable output yang digunakan adalah jumlah kunjungan Rawat Jalan Tingkat Pertama dan Rawat Inap Tingkat Pertama di Puskesmas.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 11 DMU/Propinsi yang efisien dan 22 DMU/Propinsi yang tidak efisien sedangkan pengaruh pembiayaan kesehatan yang berasal dari APBD mempunyai signifikansi/p value = 0.233 terhadap efisiensi SDM Kesehatan yang ada di Puskesmas.
Kesimpulan mengindikasikan bahwa terjadi inefisiensi pemanfaatan SDM Kesehatan di 22 DMU/Propinsi dalam mencapai jumlah kunjungan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) peserta Jamkesmas tahun 2013. Sedangkan APBD tidak mempunyai pengaruh yang signifikan (p value = 0.233) terhadap efisiensi peran SDM Kesehatan.
Referensi
Cooper, W.W., Seiford, L.M. & Tone, K., 2002. Data Envelopment Analysis: A Comprehensive Text with Models, Applications, References and DEA- Solver Software, Kluwer Academic Publishers.
Hollingsworth, B., Dawson, P.J. & Maniadakis, N., 1999. Efficiency measurement of health care: a review of non-parametric methods and applications. Health care management science, 2, pp.161–172.
Kementrian Kesehatan RI, 2014. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2013, Jakarta.