EFRAIM MUDUMI
HEALTH POLICY & MANAGEMENT FK UGM
Saat ini mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama yang berad di kota besar dan maju tengah menikmati kemudahan mengakses pelayanan kesehatan yang moderen, bermutu, berkualitas yang disediakan oleh jaminan kesehatan nasional (JKN). Hasil monitoring peneliti pada forum kebijakan kesehatan Indonesia di Padang , Agustus, 2015 menyatakan bahwa JKN bermanfaat bagi jutaan manusia Indonesia yang "beruntung" mendapatkan akses. Akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum memperoleh akses pelayanan yang baik karena masalah akses geografis dan budaya. Manfaat terbesar dinikmati terutama masyarakat perkotaan dan yang mempunyai dana untuk transportasi, akomodasi, serta akses budaya.
UUD 1945 Perubahan, Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. UU. No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Pertanyaan menarik adalah Apakah benar bahwa Indigenous People didaerah terpencil seperti Papua, NTT, kalimantan, Sumatra, Aceh dan Sulawesi telah memperoleh akses pelayanan kesehatan yang bermutu, berkualitas dan berkeadilan ?
Saya rasa jawabannya tentu tidak, mengapa demikian ?
Berdasarkan analisis skenario monitoring awal yang dilakukan oleh Prof. Laksono Trisnantoro, dkk . Pelaksanaan JKN, diperkirakan akan terjadi ketimpangan dan ketidakadilan yang semakin besar antara daerah maju dan daerah sulit. Prof. Laksono dkk, menyatakan bahwa : pertama, masyarakat didaerah dengan ketersediaan fasilitas kesehatan dan SDM yang tidak memadai akan mendapat manfaat dan keuntungan JKN yang jauh lebih sedikit dibadingkan dengan daerah maju/kota-kota besar. Kedua, dalam kondisi indonesia yang sangat bervariasi, JKN yang mempunyai ciri sentralitas dalam pembiayaan dan peraturan yang relatif seragam akan sulit mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketiga, Daerah yang sulit menyerap anggaran untuk penerima Bantuan Iuran (PBI) karena kekurangan fasilitas kesehatan dan SDMK sehingga terjadi sisa Anggaran. Dikawatirkan sisa anggaran tersebut akan dipergunakan untuk mendanai masyarakat didaerah maju. IRONIS ! !!.
Saya ingin katakan inilah "ketidakadilan sistem kesehatan di Indonesia". Hal ini mungkin disebabkan bangsa Indonesia yang secara turun temurun selama hampir 4 dekadememiliki pola pembangunan yang diwariskan oleh para pendahulu dibangsa ini yang tersentral di pulau jawa dengan mengabaikan daerah lain di indonesia. Ini yang saya katakan sebagai pola warisan masa lalu yang buruk yang mengorbankan sesama anak bangsa dan pola warisan ini harus segera diputuskan mata rantainya. Negara harus secara nyata hadir memberikan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas, bermutu dan tentunya bermanfaat serta menguntungkan semua lapisan masyarakat.
Perwujudan dari keadilan sosial dalam pelayanan kesehatan mungkin perlu menjawab dengan teori akses menurut Peluso dan Ribot dalam tulisannya di rural sosiology yang mengemukakan bahwa akses secara empirik harus memfokuskan diri pada siapa yang mendapatkan apa ,dalam cara apa dan kapan siapa/mereka mendapatkan keuntungan dari sumber daya yang ada ?
Dengan demikian kita menyadari bahwa untuk tersedianya akses pelayanan kesehatan yang merata, bermutu dan berkualitas, tidak akan berhasil jika menitik beratkan pada menyediakan anggaran yang besar. Ini menjadi PR bagi pemerintah untuk membuat kebijakan dan program kesehatan yang pro rakyat didaerah terpencil seperti yang tertuang dalam 9 program prioritas Presiden Jokowi-JK dalam Nawacita pada butir ke-3 "Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan."
Kembali ke pertanyaan semula : Apakah JKN telah memberikan keuntunagn dan Manfaat bagi Indigenous population didaerah terpencil ?
- Ribot, J. C., & Peluso, N. L. (2003). A theory of access. RURAL SOCIOLOGY-BATON ROUGE-, 68
2), 153-181.( - Hundt, G. L., Alzaroo, S., Hasna, F., & Alsmeiran, M. (2012). The provision of accessible, acceptable health care in
areas and the right to health: Bedouin in the North East region of Jordan. Social science & medicine, 74rural remote 1), 36-43.( - Immonen, M., Vilko, J., Koivuniemi, J., & Laasonen, K. (2015). Outcomes of public health reform–service availability in rural areas. International Journal of Public Sector Management, 28
1), 42-56.( - Laksono L, Susilowati T, Meliala A, Hendratini Y, Kurniawan M.F. (2014). Apakah ada potensi ketidakadilan sosial di sektor kesehatan. Gadjah Mada University.
- http://www.tnp2k.go.id/id/tanya-jawab/klaster-i/program-jaminan-kesehatan-nasional-jkn/
- http://kebijakankesehatanindonesia.net/component/content/article/2472http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/post/read/2015/341/Di-Pulau-Buru-Presiden-Kembali-Bagikan-Kartu-Indonesia-Sehat-KIS-Untuk-Penerima-Bantuan-Iuran-PBI
- Gulliford, M., Figueroa-Munoz, J., Morgan, M., Hughes, D., Gibson, B., Beech, R., & Hudson, M. (2002). What does' access to health
?. Journal of health services research & policy, 7care'mean 3), 186-188.( - Oliver, A., & Mossialos, E. (2004). Equity of access to health care: outlining the foundations for action. Journal of epidemiology and community health, 58
8), 655-658.( - McIntyre, D. I., Thiede, M., & Birch, S. (2009). Access as a policy-relevant concept in low-and middle-income countries. Health Economics, Policy and Law, 4
02), 179-193.( - Marion Maar, B. S. C. (2004). Clearing the path for community health empowerment: Integrating health care services at an Aboriginal health access
centre in rural north central Ontario. International Journal of Indigenous Health, 1( 1), 54
2 comments:
Menarik sekali editorial pak efraim. Yang menjadi bahan pertimbangan saya, saat ini JKN yang sudah beroperasi selama 1 tahun, telah mengevaluasi masalah di tahun 2014 berupa ketersediaan SDM dan faskes. Di tahun 2015 ini, secara tidak langsung mengevaluasi pembiayaan. Masih terdapat 2 masalah lagi yang belum nampak dibahas pada JKN ini, yaitu : pertanyaan pertama saya adalah mekanisme fraud. Sektor apa yg harus dikendalikan sekali untuk mencegah fraud ? Pertanyaan kedua adalah kepesertaan non PBI yang semakin besar. Sasaran pemerataan JKN untuk masyarakat miskin, nampaknya hanya akan menjadi mimpi belaka jika tidak segera dilakukan tindakan. Kebijakan apa yang bisa digunakan untuk membatasi penggunaan dana bagi peserta non PBI ini, agar sasaran yang dituju dapat tercapai? Terima kasih atas masukannya pak Efraim...
Terima kasih bu Defi, untuk interestnya, Editorial ini sebenarnya saya ingin mengkritisi ketidakmampaun pemerintah dalam hal ini kementerian kesehatan dalam mengorganize sumber daya manusia kesehatan, sehingga berdampak pada ketersedian akses terhadap pelayanan kesehatan di daerah terpencil. JKN merupakan contoh kebijakan belum mampu menyediakan akses tersebut. Terkait dengan pertanyaan bu Defi, kalau menurut saya sistem pemabayaran di Indonesia degan INA-CBG perlu dievaluasi karena membuka peluang untuk terjadinya Fraud. Menurut saya agar anggaran JKN bisa diakses peserta PBI dan NON PBI perlu dibuat kebijakan yang berbeda atau tidak tersentral, artinya sasaran kebijakan itu perlu lebih spesifik untuk siapa, dan bagaimana implementasinya. terima kasih
Post a Comment